getbox! Not seeing a widget? (More info)

Selasa, 01 Januari 2013

Wakaf


Wakaf
A. pengertian
Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

B.Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."(Q.Sal-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92)
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.
"Dari Ibnu Umar ra. berkata : 'Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: "Hai Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya). "kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR. Muslim).

C. Sejarah wakaf
1. Perkembangan Wakaf pada Masa Generasi Sahabat
Adapun kapan awal diberlakukannya wakaf, generasi sahabat sendiri berbeda pendapat. Kaum Muhajirin berpendapat, wakaf dimulai zaman Umar bin Khathab dan dimulai oleh beliau sendiri. Sementara Kaum Anshar menganggap bahwa wakaf dimulai oleh Rasulullah Saw.
Contoh terkenal berkenaan hal ini:   
a. Ketika Rasulullah Saw. Bersabda, “Salurkan wakafmu itu kepada keluargamu, yaitu Hasan bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab.” Maka Abu Thalhah langsung melakukannya.
b. Umar bin Khatab ketika berwakaf, dia mengatakan bahwa apa yang diwakafkan untuk orang-orang fakir, para karib kerabat, para budak, untuk kebaikan di jalan Allah, serta untuk para tamu dan orang-orang yang tengah melakukan perjalanan. Tidak ada salahnya bagi yang mengelola/nazhir mengambil sebagian dari keuntungan asal masih dalam batas kewajaran (ma’ruf) atau memberi makan kepada yang lain yang tidak mampu. Hal ini Ali r.a. juga melakukan sebagaimana kebijakan Umar bin Khathab.

2. Perkembangan Wakaf pada Masa Generesi Sesudah Sahabat
Dalam buku Hukum Wakaf karya Dr. Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi tidak menjelaskan yang dimaksud generasi sesudahnya itu apakah tabi’in, tabi’it tabi’in, atau sesudahnya lagi.
Dalam kitab Al-Mudawwanah dikatakan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebelum meninggal dunia pernah berkeinginan untuk mengembalikan sedekah/wakaf orang-orang yang mengabaikan anak perempuan mereka.

3. Zaman Bani Umayah dan Abbasiyah
Wakaf pada zaman ini mengalami masa perkembangan yang luar biasa. Penyalurannya tidak hanya terbatas kepada kalangan fakir miskin, akan tetapi telah merambah berbagai hal, seperti pendirian srana ibadah, tempat-tempat pengungsian, perpustakaan dan sarana pendidikan, pemberian beasiswa untuk para pelajar, tenaga pengajar, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

4. Zaman Dinasti Usmaniyah
Pada zaman ini yang menonjol adalah pengawas pengelolaan wakaf. Beberapa yang dapat dicatat:
a. Pengawasan wakaf dilaksanakan oleh qadhi (hakim),
b. Jika wakif telah menunjuk nazhir/pengelola, hakim cukup mengawasi pihak yang ditunjuk,
c. Pertama kali dilakukan pencatatan dan pembukuan wakaf.

5.Negara Irak
Praktik wakaf di Irak lebih banyak mengadopsi apa yang telah dilakukan pada masa Dinasti Usmaniyah. Kemajuan dalam bidang wakaf di Irak. Dibuatnya Undang-Undang Wakaf. Yang terkenal adalah UU No.64 tahun 1966,

D. Macam Macam Wakaf
  1. Wakaf Zurry / Wakaf Ahli Ialah wakaf yang dikhususkan oleh orang yang berwakaf untuk kerebatnya, seperti anak, cucu, saudara atau ibu  bapaknya. Wakaf seperti ini bertujuan untuk membela nasib mereka. Dalam konsepsi hukum Islam, seseorang yang punya harta yang hendak mewakafkan sebagian hartanya sebaiknya lebih dahulu melihat kepadasanak famili. Bila ada diantara mereka yang sedang membutuhkan pertolongannya, maka wakaf lebih afdhol diberikan kepada mereka.
  2. Wakaf Khairy Ialah wakaf yang diperuntukan untuk amal kebaikan secara umum atau maslahatul ummat, seperti untuk masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan semisal itu. Atau mewakafkan harta untuk kepentingan sosial ekonomi orang-orang misin, anak yatim dan sebagainya.

E. Rukun Dan Syarat Wakaf
1. Adanya Wakif ( Orang yang berwakaf )
2. Maukuf Alaih atau  Nadzir ( Orang yang emenrima wakaf )
3. Maukuf ( benda yang diwakafkan )
4. Sighot atau Ikrar
5. Peruntukan harta benda wakaf
6. Jangka waktu wakaf
Syarat Wakif
1. Dewasa
2. Berakal sehat
3. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
4. Pemilik syah harta benda wakaf
Syarat Nadzir
1. Hadir waktu penyerahan wakaf
2. Harus ahli untuk memiliki dan mengelola harta yang diwakafkan
3. Bukan orang yang durhaka kepada Allah
4. Jelas tidak diragukan kebenarannya ( lihat UU no 41 th 2004 Pasal 10 s/d 14 )
Syarat Maukuf
1. Benda tidak bergerak ( tanah, bangunan, tanaman, dll )
2. Benda bergerak ( harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, haksewa dan lain-lain )
Syarat Sighot
Harus dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir dihadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akte Ikrar Wakaf ) dengan disaksiksn oleh 2 ( dua ) orang saksi. Ikrar wakaf dinyatakan secara lisan atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

menurut anda isi dari blog ini ?